Arti jihad dalam islam
Secara harfiah jihad bermakna kesunguhan, keseriusan dalam menunaikan suatu kewajiban atau kegiatan. Secara generik kata ini bersifat netral dan baru mempunyai makna konotatif ketika disandingkan dengan aktivitas tertentu.
Belajar dengan sungguh-sungguh dipandang sebagai jihad karena kesungguhan dan keseriusan di dalamnya, bukan karena belajarnya. Ketika diucapkan dalam konteks ‘perang’ pun, jihad sebenarnya merujuk pada kesungguhan dan keseriusan di dalamnya, bukan kepada perangnya.
Dalam konteks ini, sabda Nabi Muhammad saw., “Raja‘nâ min jihâd al-ashghar ilâ jihâd al-akbar” (“Kita baru saja pulang dari kesungguhan (jihad) dalam bidang yang kecil menuju kesungguhan (jihad) dalam bidang yang besar”) seharusnya tidak dipahami sebagai pulang dari ‘perang kecil’ menuju ‘perang besar,’ melainkan dari ‘perjuangan kecil’ menuju ‘perjuangan besar.’ Perjuangan fisik seperti perang, menuntut kesungguhan dan keseriusan yang tidak seberapa dibandingkan perjuangan non-fisik seperti pengendalian diri.
Memperjuangkan hak-hak asasi manusia, penegakan hukum dan jaminan keadilan, juga merupakan jihad ketika semua itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Dalam Islam, seperti dalam sabda Nabi Muhammad saw., usaha mengendalikan diri dipandang sebagai jihad besar karena ia menuntut keseriusan dan kesungguhan yang luar biasa.
Dalam konteks inilah, seharusnya, amr ma‘rûf nahy munkar dilaksanakan; yakni, hanya mereka yang telah bersungguh-sungguh mengendalikan dirinya, yang perbuatan dan ucapannya telah bisa menjadi teladan bagi orang lain, yang berhak melaksanakan amr ma‘rûf nahy munkar.
Jihâd dan amr ma‘rûf nahy munkar memiliki citra kotor dan buruk karena telah dijadikan jargon yang sarat dengan alasan politik dan dilakukan oleh mereka yang sebenarnya masih harus berjuang mengendalikan dirinya dan belum mampu menjadi teladan bagi yang lain.