Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Awal mula tembakau di Indonesia

Sejarah Produk Tembakau dari Amerika sampai Indonesia

Dalam sejarahnya, Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica merupakan tanaman asli Amerika yang berkembang di sekitar Andes Peru/Ekuador. 

Seseorang telah menemukannya (bersama dengan tanaman yang lebih bermanfaat seperti tomat, kentang, jagung, coklat dan karet) sekitar 18.000 tahun yang lalu pada saat mereka bermigrasi ke Benua Amerika dari Asia melalui Bering Straight land Bridge.

Penggunaan tembakau di seluruh benua Amerika (dan Kuba) dimulai pada saat Christopher Columbus tiba di Amerika Utara pada tahun 1492. Chistoper Colombus, saat mendarat di San Salvador bersama awak kapalnya telah menemui rokok di perkampungan orang- orang asli (Indian) di Tobago, sebuah wilayah yang terletak di teluk Mexico.

Pada saat itu, orang-orang asli (red Indian) telah menghisap rokok. Hal ini yang membuat Columbus dan rombongannya ikut mencoba dan membawa kebiasaan ini ke Eropa. 

Christoper Columbus telah menulis mengenai rokok dengan menyatakan: “Ketika saya dalam perjalanan ke Pernandina, saya telah melihat seorang lelaki bersamanya sejenis benda yang busuk yang didapati mempunyai nilai tinggi bagi manusia di kawasan Santa Maria. Kemudian mereka mendatangi saya lalu menghadiahkannya kepada saya. Ketika itu, saya berada di Salvador.” Setelah Colombus pulang ke Eropa, ia kemudian memperkenalkan kebiasaan tersebut.

Masyarakat Eropa Utara baru mengenal rokok pada tahun 1850, saat rokok tersebut di bawa oleh tentara Inggris dari peperangan yang dikenal dengan Crimean War. Sejak saat itu, para Bangsawan dan penduduk Eropa memiliki kebiasaan menghisap tembakau. Kebiasaan tersebut terus meluas hingga ke negara-negara Balkan.

Di Paris, rokok mulai diperkenalkan oleh Andre Thevet dan Jean Nicot pada tahun 1560. Bahkan, istilah Nicotiane dinisbahkan ke nama Jean Nicot yang ditemukan di dalam sebuah buku yang ditulis oleh Jean Nicot. Sebuah istilah yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau)

Pada saat itu, kebiasaan merokok mulai menyebar ke Amerika Serikat pada 1865. Kemudian sampai ke negara- negara Islam di Timur Tengah seperti Mesir dan Asia Tenggara setelah para pedagang asal Spanyol datang pada abad ke-17.

Thomas Stamford Raffles dan De Condolle menyebutkan bahwa tembakau dan kebiasaan merokok masuk ke Pulau Jawa sekitar tahun 1600. Dalam sejarahnya, Sultan Agung Mataram (1613-1645) adalah seorang perokok berat. Sementara orang-orang Aceh mulai merokok pada 1603 dan orang-orang Banten mulai merokok pada tahun 1604.

Seiring perkembangan zaman, produk tembakau rokok mengalami pertumbuhan yang cukup pesat di berbagai belahan dunia. Dari segi kemasan tembakau, mulai dengan menggunakan klobot (daun jagung), kertas sampai daun aren. Sementara dari segi bahan baku mulai dari bahan baku tembakau saja hingga ditambah dengan cengkeh dan kemenyan. 

Demikian pula dari teknis pembuatan, dari yang berawal dibuat manual sampai menggunakan mesin dengan teknologi canggih. Belakangan muncul inovasi baru berupa rokok elektrik modern (electronic cigarette), sebuah produk tembakau alternatif yang pertama kali dikembangkan pada tahun 2003 oleh SBT Co Ldt, sebuah perusahaan yang berbasis di Beijing, China, yang saat ini dikuasai oleh Golden Dragon Group Ltd sejak tahun 2004.

Tembakau pada mulanya dipercaya sebagai salah satu obat yang bermanfaat dan berkhasiat bagi kesehatan. Pada waktu itu, tembakau merupakan komoditas yang memiliki nilai jual tinggi. Bahkan, termasuk komoditas ekspor unggulan.

Tidak hanya di Benua Amerika, di Benua Eropa pun tembakau menjadi komoditas primadona yang selalu menempati posisi tinggi diantara komoditas lainnya selain kopi dan teh.

Sebagaimana yang disebutkan Kiai Ihsan Jampes dalam “Syarh Irsyad al- Ikhwan fi Bayani Ahkami Syurbi al-Qawah wa al-Dukhan”, tembakau berasal dari benua Amerika. Menurut sejarahnya, sekitar 100 tahun SM suku-suku di sana, terutama suku Maya, Aztek, dan Indian, sudah terbiasa menggunakan rokok sebagai media pengobatan, ritual pemujaan terhadap dewa-dewa, juga sebagai pengusir roh-roh halus.

Setelah Colombus menemukan benua Amerika dan membangun koloni-koloni di sana, tembakau dan kebiasaan merokok mulai dikenalkan pada masyarakat Eropa. Tercatat, Jean Nicot adalah orang yang pertamakali mempopulerkan rokok di benua Eropa. Sejak itu, rokok menjadi satu-satunya komoditas yang menguntungkan. Industri rokok bermunculan di mana-mana

Rokok mulai masuk dan menyebar ke dunia Islam pada sekitar Abad ke-XVI. Rokok masuk ke Sudan pada sekitar 1005 H/1596 M, Syiria 1015 H/1606 M, dan Mesir 1010 H/1601 M. Orang yang pertama kali mengenalkan rokok di Mesir adalah Ahmad bin Abdullah al-Khariji. 

Baru pada pertengahan abad 20 pandangan terhadap rokok mulai berubah. Rokok mulai dihubung-hubungkan dengan kesehatan. Asosiasi dokter bedah Amerika mulai melakukan kampanye bahwa rokok dapat menyebabkan kanker paru-paru. Mulai saat itu iklan rokok dilarang. Di Inggris pelarangan rokok dimulai tahun 1965, sedangkan Amerika tahun 1970.

Di sinilah bahaya rokok mulai dibangun. Bermula dari penelitian medis yang menggunakan uji statistik, misalnya, sekelompok orang yang menghabiskan rokok dalam jumlah besar akan lebih mudah beresiko terkena penyakit dibanding orang yang merokok biasa saja. Uji sample ini diterapkan dan berlaku pada setiap perokok di belahan dunia manapun.

Di Indonesia, perkenalan masyarakat Indonesia dengan tembakau masih belum bisa dipastikan kapan hal itu bermula. Adalah Dr.Stutterheim, seorang sejarawan dari Belanda, yang mengemukakan bahwa perkenalan masyarakat Indonesia dengan tembakau bisa kita lacak dari penggunaan sirih untuk dikonsumsi sejak abad ke 10.

Pada tahun 1932, Dr. Rouffaer dalam bukunya yang berjudul Boeldende Kunst In Nederlandsh-Indie datang dengan kesimpulan yang mengagetkan; orang Indonesia mengkonsumsi sirih sejak tahun 1000 Masehi. Dari pola konsumsi sirih inilah orang Indonesia atau Nusantara mulai mengenal apa yang disebut dengan tembakau.

Pada sisi yang lain, sinolog Prof.G.Schlegel menyatakan bahwa tembakau bukan merupakan tanaman khas Indonesia. Hal ini ditelisik dari diksi tabaco atau tumbaco yang berbahasa portugis. Dari sini, bisa disimpulkan bahwa tanaman tembakau pertama kali masuk Indonesia melalui orang-orang Eropa. Dalam hal ini, mereka berasal dari Portugis.

Namun, Rumphius pernah mengemukakan pendapat yang berbeda; tembakau pertama kali dibawa ke Indonesia bukan dari orang-orang Portugis. Jauh sebelum tahun 1496, orang- orang nusantara sudah mengenal tembakau. Namun, orang-orang nusantara tidak menggunakannya untuk keperluan merokok, melainkan untuk kepentingan pengobatan.

Salah satu yang menarik dari sejarah masuknya tembakau di Indonesia adalah mengenai lahirnya sebuah jenis produk tembakau baru yang disebut dengan kretek. Ialah Haji Jamhari, seorang haji asal Kudus, Jawa Tengah yang menemukan jenis produk tembakau baru bernama kretek pada tahun 1870.

Seperti sejarah penemuan yang lain, pada mulanya kretek digunakan untuk pengobatan. Haji Jamari mengeluh karena penyakit asma yang dideritanya tak kunjung sembuh. Awalnya ia mengoleskan minyak cengkeh di dadanya. Kemudian ia mencoba-coba mencampurkan cengkeh dengan tembakau untuk dijadikan rokok. Anehnya, dengan cara itu ia bisa sembuh dari penyakitnya. Mulai saat itu, Jamhari mengenalkan rokok hasil racikannya ke masyarakat.

Namun, seiring dengan berkembangnya waktu, kretek ciptaan Haji Jamhari ini makin hari makin diminati, makin hari makin diburu dan dicari. Akhirnya, Haji Jamhari sendiri membangun industri rokok kretek pertama di Indonesia, bahkan di dunia.

Berpuluh tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1963, seorang warga Amerika bernama Herbert A. Gilbert menemukan sebuah alat sebagai pengganti rokok tembakau. Slogannya “No Smoking, No Tobacco”. Alat ini mensimulasikan perasaan merokok dengan cara memanaskan nikotin cair. Produk penguapan nikotin ini mulai populer pada tahun 1967, banyak sekali perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang mencoba memproduksi jenis rokok elektrik, namun akhirnya gagal.

Inovasi produk tembakau alternatif tidak berhenti disitu. Pada tahun 2000, seorang dokter dari Beijing, China bernama Hon Lik melakukan percobaan atomisasi cairan nikotin yang digabungkan dengan Propadiena melalui teknologi medis. Eksperimennya berhasil, dokter Hok Lik ini pada akhirnya mendapatkan patennya pada tahun 2004.

Pada mulanya, perkembangan rokok elektronik ini umumnya dikaitkan dengan dokter Hon Lik di perusahaan Cina Ruyan yang dimulai pada tahun 2004. Setelah itu, pada tahun 2005 rokok elektronik berkembang di pasar Amerika dan Eropa. Kemudian, perkembangan rokok elektronik atau E-Cigarrete berkembang pesat dan menciptakan banyak sekali manfaat.

Seraya dengan itu, rokok elektrik ini pada dekade berikutnya menciptakan beberapa generasi produksi besar di seluruh dunia, terutama di China.

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2014, terdapat 466 merek dagang dan 7.764 jenis rasa unik yang diproduksi oleh rokok elektrik. Produk-produk ini saat ini tersedia secara luas di seluruh gerai ritel di banyak Negara di seluruh dunia.

Uniknya, berbeda dengan produk yang mudah terbakar atau rokok konvensional, ketersediaan rokok elektrik di gerai ritel di Amerika Serikat lebih banyak terdapat pada lingkungan dengan pendapatan menengah ke bawah dan di Negara-negara bagian yang konstitusinya tidak mengatur atau lemah dalam regulasi tentang udara bersih dan bebas asap rokok.

Akhirnya, perkembangan industri tembakau sudah berkembang sangat pesat. Kampanye anti-rokok yang sangat massif membuka kreatifitas dari pelaku industri tembakau ini untuk melakukan inovasi-inovasi dengan menggunakan teknologi untuk menciptakan produk turunan atau produk tembakau alternatif yang lebih memiliki resiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan produk tembakau konvensional yang dikonsumsi dengan cara dibakar.

Meskipun demikian, inovasi-inovasi yang dilakukan ini bukan bermaksud menghilangkan penggunaan tembakau sama sekali. Lebih dari itu, inovasi-inovasi ini dilakukan dalam upayanya tetap menggunakan tembakau, mempertahankan keberlanjutan industri tembakau yang melibatkan petani dan pekerja industri ini, hanya saja dengan inovasi pengurangan resiko kesehatan yang lebih rendah dan lebih ramah terhadap kesehatan.