Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Infiltrasi Ideologi Wahabi Pertama di In­do­ne­sia: Ge­rak­an Padri

Selama be­be­ra­pa dekade yang lalu, sebagaima­na dipaparkan dalam pela­jar­an se­ja­rah resmi di sekolah-sekolah, Pe­rang Padri le­bih dikenal se­ba­gai perang melawan pendudukan penjajah Belanda. Para Padri dikenal se­ba­gai pahlawan yang de­ngan gagah berjuang/berperang membela tanah air. Sisi kekerasan dan afiliasi me­re­ka de­ngan a­jar­an Wahabi sama sekali tidak terungkap dan hanya beredar di antara para ahli saja. Dalam hal ini, sangat berharga un­tuk mengetahui penggalan lain se­ja­rah Ge­rak­an Padri tersebut.
Perang padri
Gambar: Wikipedia
Ge­rak­an Padri berawal dari perkenalan Haji Miskin, Haji Abdurrahman, dan Haji Mu­ham­mad Arif de­ngan Wahabi saat menunaikan ibadah haji pada awal abad ke-19, ketika itu Makkah dan Madinah dikuasai Wahabi. Terpesona oleh ge­rak­an Wahabi, sekembalinya ke Nu­san­ta­ra (Indone­sia) Haji Miskin berusaha melakukan gerak­an pemurnian sebagaimana dilakukan Wahabi, yang juga didukung oleh dua haji yang lain. Pemikiran dan gerak­an me­re­ka setali tiga uang de­ngan Wahabi, me­re­ka memvonis tarekat Syattariyah, dan tasawuf secara umumnya, yang telah ha­dir di Minangkabau be­be­ra­pa abad se­be­lum­nya se­ba­gai kesesatan yang tidak bisa ditoleransi, di dalamnya ba­nyak takhayul, bid‘ah, dan khurafat yang harus diluruskan, kalau perlu diperangi. Tuanku Nan Renceh, misalnya, memusuhi Tuanku Nan Tuo, gurunya sendi­ri karena yang disebut terakhir le­bih memilih bersikap mo­de­rat dalam mengajarkan Islam. Tuanku Nan Renceh juga mengkafirkan Fakih Saghir, sahabat dan teman seperguruannya, dan menyebutnya sebagai raja kafir dan rahib tua ha­nya karena tidak berbagi pandangan kea­ga­ma­an de­ngannya

Beberapa kekerasan yang dilakukan Padri, selain mengikuti kegemaran Wahabi memusyrikkan, meng­ka­fir­kan, dan memurtadkan siapa pun yang berbeda, mere­ka juga menerapkan hukum yang sama sekali a­sing dalam diktum hukum Islam, se­per­ti kewajiban memelihara jenggot dan didenda 2 suku (setara de­ngan 1 gulden) bagi yang mencukurnya; larangan memotong gigi dengan an­cam­an denda seekor kerbau bagi pelanggarnya; denda 2 suku bagi laki-laki yang lututnya terbuka; denda 3 suku bagi perempuan yang tidak menutup sekujur tubuhnya kecuali mata dan tangan; denda 5 suku bagi yang meninggalkan shalat fardlu un­tuk pertama kali, dan hukum mati untuk berikutnya.

Para Padri juga melegalkan perbudakan. Tuanku Imam Bonjol, tokoh Padri terkemuka dan dikenal se­ba­gai pahlawan na­sio­nal, mempunyai tujuh puluh orang budak laki-laki dan perempuan. Budak-budak ini sebagian me­ru­pa­kan hasil rampasan perang yang me­re­ka lancarkan kepada sesama Mus­lim karena dianggap kafir.

Kekerasan lain yang dilakukan Padri terhadap sesama Muslim di Minangkabau, antara lain pe­nye­rang­an terhadap istana Pagaruyung pada tahun 1809. Serangan ini diawali oleh tuduhan Tuanku Lelo, tokoh Padri, bah­wa be­be­ra­pa keluarga raja seperti Tuanku Rajo Naro, Tuanku di Talang, dan seorang anak raja lainnya, tidak menjalankan akidah Islam secara benar dan dianggap kafir, se­hing­ga harus dibunuh. Pembantaian massal pun dilakukan terhadap para ang­go­ta keluarga dan pembantu raja, termasuk para penghulu yang dekat dengan istana. Pada tahun 1815, se­rang­an dilakukan kembali dibawah komando Tanku Lintau. Dalam serang­an kali ini, ge­rak­an Padri membunuh hampir seluruh keluarga kerajaan yang telah memeluk Islam sejak abad ke-16 itu. Kekejaman Padri tidak ha­nya dalam hal itu saja. Tercatat, Tuanku Nan Renceh telah menghukum bunuh bibinya sen­di­ri yang su­dah tua, dan tidak membolehkan jenazahnya dikubur tetapi dibuang ke hutan, semata karena mengunyah sirih yang diharamkan Wahabi. Apa yang dilakukan kaum Padri ini sama belaka de­ngan yang dilakukan oleh Wahabi pada masa formasinya dan oleh pengikutnya Se­per­ti al-Qaedah dan Taliban sampai dewasa ini.

Ge­rak­an Padri berakhir, di samping karena faktor pen­ja­jah­an, juga karena secara alamiah ber­ten­tang­an de­ngan suasana, tradi­si, dan buda­ya bang­sa In­do­ne­sia. Fakta ini me­ru­pa­kan bukti kongret betapa virus Wahabi yang menjangkiti jantung dunia Islam bisa menyebar de­ngan cepat ke seluruh tubuh dunia Islam. Berakhirny gerak­an Padri tidak mengakhiri penyusupan Wahabi ke In­do­ne­sia.
Referensi: Ilusi Negara Islam